20
Sep 2015

 

Artis papan atas Indonesia AGNEZ MO menyempatkan diri untuk berdialog dengan ibu-ibu kelompok dampingan Wahid Institute yang berada di Desa Pondok Udik, Kemang Bogor.

 

Dalam dialog yang dihadiri Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid, Agnez Mo menyatakan kebahagiaannya melihat penduduk desa Pondok Udik. “Di sini dalam perbedaan ada kebersamaan, karena ibu-ibu melihat perbedaan sebagai kekayaan.”

 

Demikian AGNEZ MO saat menjadi pembicara dalam acara Dialog Yenny Wahid dan AGNEZ MO dengan kelompok Perempuan Pro Perdamaian. Dialog ini digelar sebagai rangkaian dari kegiatan International Peace Day, juga implementasi dari kegiatan Dialog antar Pemimpin Perempuan di kelompok dampingan Wahid Institute. Sedangkan Kelompok Perempuan Pro Perdamaian adalah kelompok-kelompok perempuan dampingan Wahid Institute.

Dialog digelar di Balai Desa Pondok Udik, Kemang, Bogor Jawa Barat, Jumat (18/9) siang dipadati ratusan ibu-ibu kelompok dampingan WI, tokoh agama, jaringan NGO, dan komunitas mahasiswa yang tersebar di Depok dan Bogor.

Agnes merasa senang menjadi warga Negara Indonesia. “Karena di Indonesia ada Bhineka Tunggal Ika, yaitu nilai yang menghargai perbedaan. Karena perbedaan kita bisa saling menghargai, karena perbedaan kita bisa saling belajar,” ucap AGNEZ MO.

 

Agnes juga menyatakan rasa senangnya kepada masyarakat Pondok Udik. “Di sini orang-orangnya cinta damai. Mudah-mudahan kita bisa menjadi contoh buat daerah-daerah lain bahkan negara-negara lain,” pungkasnya.

 

Dalam kesempatan itu AGNEZ MO membacakan ikrarnya yang diberi judul “Aku Adalah Generasi Cinta.” Setelah pembacaan ikrar pribadinya Agnes diminta bernyanyi oleh kaum ibu dari kelompok dampingan. Acara dialog ditutup oleh doa yang dipimpin oleh Ustd. Manshur STAINU Jakarta. [GF]

 

 

 
19
Sep 2015

 

BOGOR - Kelompok perempuan dampingan Wahid Institute yang berada di Desa Pondok Udik, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor kedatangan tamu istimewa. Tamu itu adalah dua tokoh nasional yang sedang getol mengampanyekan perdamaian di Indonesia bahkan dunia. Mereka adalah Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid dan artis Indonesia dengan reputasi internasional, AGNEZ MO.

 

Yenny dan AGNEZ MO bertamu untuk berdialog dengan kelompok Perempuan Pro Perdamaian, demikian kelompok perempuan dampingan Wahid Institute itu biasa disebut. Dialog ini sebagai rangkaian dari kegiatan International Peace Day.

 

“Ini juga perwujudan program dialog antar pemimpin perempuan di wilayah kabupaten Bogor,” ungkap Harwanti, pendamping Kelompok Perempuan pro Perdamaian, Jumat (18/9) siang.

 

Dialog antara AGNEZ MO dengan pemimpin kelompok Perempuan Pro Perdamaian, ini bertajuk Suara Perempuan untuk Perdamian. Dialog yang digelar di Balai Desa Pondok Udik, Kemang, Bogor Jawa Barat, Jumat (18/9) siang dipadati ratusan ibu-ibu kelompok dampingan WI, tokoh agama, jaringan NGO, dan komunitas mahasiswa yang tersebar di Depok dan Bogor.

 

“Tujuan kami mengundang AGNEZ MO juga agar kegiatan kelompok dampingan WI di daerah kabupaten Bogor terpublikasi dengan luas, “ ungkap Harwanti.

 

Dialog mengambil tema besar mengenai perdamaian yang dibangun oleh kelompok dampingan di wilayah Bogor dan peran ibu dalam mendukung kesuksesan keluarga dengan Yenny Wahid dan AGNEZ MO sebgai pembicara. AGNEZ MO dinilai tepat sebagai perempuan muda yang menginspirasi.

 

Sesi dialog dibuka oleh Kepala Desa Pondok Udik, M. Sutisna. Sutisna merasa bangga atas kehadiran Yenny Wahid dan AGNEZ MO. “Kami merasa terhormat artis internasional Agnes Monica mau hadir ditengah-tengah masyarakat Pondok Udik,” ucap Sutisna.

Sutisna menyatakan dukungannya dengan program-program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh Wahid Institute di desanya. “Dengan program pemberdayaan melalui Koperasi Cinta Damai Wahid yang memberikan pembiayaan kepada masyarakat, kami harapkan ekonomi didesa pondok udik ini dapat terangkat/maju,” kata M. Sutisna.

 

Usai acara Yenny Wahid dan AGNEZ MO mengunjungi komunitas dampingan WI di Desa Tonjong Jati, Kecamatan Kemang. Di desa ini terdapat komunitas pembuat lampion dan keset. Yenny Wahid & AGNEZ MO mencoba membuat kerajinan keset dari bahan kain bekas.

 

“Saya senang sekali dikunjungi AGNEZ MO dan Ibu Yenny. Kehadiran mereka membuat saya semakin merasakan manfaat bergabung dengan kelompok Perempuan Pro Perdamaian yang didampingi Wahid Institute,” kata Nani pengrajin lampion dari desa Tonjong Jati, Kemang, Kabupaten Bogor. [GF]

 
02
Sep 2015

Perdamaian dan toleransi beragama

 

KOMPAS — Kebutuhan masyarakat terhadap dunia digital dan internet telah mengubah cara hidup serta sudut pandang terhadap tata nilai yang menjadi acuan. Informasi semakin bebas dan mudah didapat, termasuk hal-hal yang terkait agama. Oleh karena itu, perlu sikap arif dalam mencari informasi agama di internet.

 

"Internet bisa menjadi berkah, tetapi berisiko pula menjadi bencana," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam sambutan dalam lokakarya "Pitch for Peace" di Jakarta, Selasa (1/9). Acara ini diselenggarakan The Wahid Institute dan difasilitasi Google Indonesia.

 

Lukman melanjutkan, "Pada hakikatnya, internet merupakan mimbar bebas sehingga kita harus cermat melihat wajah agama di dalam media dalam jaringan (daring) tersebut." Dulu, nilai-nilai hidup bermasyarakat dan beragama diturunkan melalui orangtua dan guru. Mereka bisa memilih dan memilah topik-topik sesuai dengan usia dan daya tangkap anak. Di samping itu, terjadi pula diskusi dalam hal mendalami konteks topik yang disampaikan.

 

"Kini, melalui internet, kita bisa mengakses berbagai informasi tentang agama. Akan tetapi, rujukan bahkan otoritas sumber informasi tersebut tidak diketahui. Lebih penting lagi, ruang untuk berdiskusi dan berdiskursus menjadi langka," ujarnya. Agama bebas diproduksi dan dikonsumsi tanpa ada medium untuk menyaring dan menjelaskan konteks daripada konsep-konsep tersebut.

 

Konten toleran

 

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia tahun 2014 menyebutkan, di Indonesia terdapat 88 juta pengguna internet, 40 juta di antaranya pengguna aktif. Internet sangat signifikan dalam perolehan informasi dan pembentukan peradaban modern. Karena itu, menurut Lukman, diperlukan penyamaan persepsi, yaitu kebutuhan atas informasi yang menjelaskan dan menyejukkan di internet.

 

Caranya dengan mengajak para pembuat konten internet untuk menyebarkan pesan-pesan yang bersifat persatuan, bukan diskriminatif. "Pada dasarnya, kita tidak dituntut untuk menyeragamkan semua. Yang harus kita lakukan adalah menyikapi keberagaman dengan kearifan," kata Lukman.

 

Yenny Wahid, Direktur The Wahid Institute, mengungkapkan penelitian kecil yang dilakukan lembaganya. Mereka menemukan bahwa sentimen-sentimen yang bersifat intoleran berkembang menjadi ekstremisme dan kemudian menjadi aksi terorisme. Penyebaran informasi terjadi di dunia maya, terutama di media sosial.

 

"Pesan-pesan ekstrem mudah beredar luas di internet. Jadi, kita perlu menghadangnya dengan pengenalan nilai-nilai keagamaan yang positif," ujar Yenny. Ia menambahkan, caranya dengan mengajak masyarakat, terutama generasi muda yang mengenal dunia digital sedari awal (digital native), untuk lebih aktif menyebar pesan toleransi.

 

"Musuh utama kita adalah rasa takut, apatisme, dan cuek. Padahal, ini adalah masalah kita semua," katanya. [*]

 

Dimuat di KOMPAS

 
14
Agu 2015

 

DEPOK - Kelompok perempuan dampingan Wahid Institute di wilayah kota Depok, Jawa Barat mendapat pelatihan bagi Fasilitator tentang kewirausahaan berbasis gender (Gender and Entrepreneurship Together (GET) Ahead. Pelatihan yang diinisiasi oleh The Wahid Institute untuk memperkuat kapasitas komunitas dampingan Koperasi Cinta Damai (KCD) Wahid di Kota Depok.

 

Pelatihan digelar di Gedung Yatama Kelurahan Duren Seribu, Sawangan, Depok selama 4 hari (10 – 13 Agustus 2015).

 

Bina Mitra Usaha Nusantara, lembaga konsultan yang menjadi mitra Wahid Institute dalam pelatihan ini merancang materi pelatihan GET Ahead dalam 11 sesi, yaitu dengan 4 sesi demonstrasi yang difasilitasi oleh Fasilitator dan 7 sesi praktek oleh peserta.

 

“Pelatihan bagi calon Fasilitator GET Ahead ini bertujuan untuk mendorong perempuan dalam mengembangkan ‘pikiran usaha’ yang nantinya diharapkan dapat memotivasi mereka untuk mempelajari keterampilan lain yang dibutuhkan dalam memulai atau mengembangkan usaha mereka,” kata jimmy Febriyadi dari BMU Nusantara.

 

Sebanyak 14 orang peserta perempuan terlibat dalam pelatihan GET Ahead ini. Seluruh peserta merupakan anggota KCD Wahid dari daerah Depok, Jawa Barat.

 

“ Pelatihan ini bermanfaat bagi kita yang ingin merintis dan mengembangkan usaha,” kata Lili salah satu anggota KCD Wahid.

 

Banyak praktek membangun usaha yang disajikan oleh pelatih dalam pelatihan ini membuat peserta antusias mengikuti sesi demi sesi pelatihan. “Kami dihadapkan pada permainan-permainan yang seperti kejadian nyata,” tambah Lili.

 

Namun demikian ada beberapa kendala yang membuat empat peserta tidak bisa mengikuti pelatihan hingga tuntas. Karena urusan pekerjaan domestik membuat empat peserta tidak bisa menggenapkan pelatihan. [GF]

 
02
Agu 2015

 

JOMBANG - Usai membuka secara resmi Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyempatkan diri mengunjungi stand The Wahid Institute di Alun-alun Kota Jombang, Sabtu (1/8) malam. Ia khusus singgah ke stand ini sebelum meninggalkan arena muktamar.

 

Di dalam stand, presiden yang didampingi Ibu Negara Iriana, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan putrinya Puan Maharani antusias menyaksikan foto-foto dan sederetan display kata-kata bijak K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

 

Megawati tersenyum ketika melihat beberapa foto di sana. Salah satunya, foto ketika Gus Dur masih muda. “Umur berapa itu, Mas Dur?” Megawati bertanya kepada puteri Gus Dur, Yenny Wahid, yang ikut mendampingi presiden.

 

“Itu waktu lagi sering rendeng-rendeng (jalan bareng) dengan Mbak Mega,” jawab Yenny. Megawati tersenyum simpul mendengar jawaban itu. Presiden Joko Widodo, yang berdiri di sebelahnya, ikut tersenyum.

 

Presiden, yang juga didamping Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menanyakan soal display perangko Gus Dur yang dipajang di stand. Yenny menjelaskan bahwa PT. Pos Indonesia meluncurkan perangko edisi khusus bergambar mantan presiden RI keempat dan mantan ketua umum Nahdlatul Ulama selama tiga periode tersebut. [wi]