14
Apr 2015
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

 

BEKASI - The Wahid Institute terus berupaya mendorong peningkatan pelayanan publik non-diskriminatif di wilayah rentan, di antaranya dengan pelatihan penguatan aparatur pemerintahan. Seperti yang dilaksanakan pada akhir Maret lalu, dengan melibatkan aparat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bekasi.

 

Pelatihan yang didukung Tifa Foundation dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bekasi ini dilaksanakan di Hotel Amaris, 27 - 29 Maret 2015. Kegiatan ini diikuti 15 peserta dari berbagai kecamatan yang berkategori rentan diskriminasi dalam pelayanan pencatatan sipil.

 

Advocacy and Campaign Officer The Wahid Institute, Alamsyah Djafar, mengatakan pelatihan tersebut merupakan rangkaian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. “Kami terus mendorong fungsi pelayanan yang non diskriminatif. Beberapa tahun belakangan ini, The Wahid Institute bekerja sama dengan lembaga-lembaga negara seperti Ombudsman RI, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Hukum dan HAM untuk peningkatan kualitas layanan publik,” kata Alamsyah.

 

“Di tingkatan pemerintah paerah, selain Kota Bekasi, kerjasama juga dilakukan dengan Kabupaten Blora dan Kuningan, Jawa Barat. Kami sangat senang karena niat dan semangat Pemda sejalan dengan kami, mendorong pemerintahan yang terbuka terhadap usulan dan mau membangun tata kelola yang baik,” ujarnya.

 

Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi, Momon Sulaeman, saat membuka kegiatan, mengatakan pelatihan semacam ini adalah hal baru yang dilakukan di Kota Bekasi. Pemerintah daerah, menurutnya, memang butuh bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melayani warga.

 

“Dalam suku kita banyak berbeda. Agama, latar belakang sosial dan politik juga berbeda. Karena itu tuhan menjadikan negeri ini penuh rahmat. Belajar dari sejarah, ada saja pelaksanaan penyelenggaraan negara yang belum baik. Sejak orde baru sampai sekarang kita tidak bisa menutup mata, maka itu perlu dibenahi. Sebagai aparat kita harus meningkatkan kualitas kerja, semakin hari semakin baik, agar tidak jadi orang yang merugi,” ujar Momon.

 

Para peserta antusias mengikuti pelatihan yang difasilitasi Subhi Azhari (peneliti Wahid Insitute) dan Siti Aminah (Manager ILRC). Terkait dengan kekerasan atas nama agama, pada sesi Konstitusi dan Jaminan Hak Beragama, salah seorang peserta menyampaikan dengan dialek khas Betawi, “Agama apaan ngajarin kekerasan? Bikin permusuhan antartetangga, gua mah ogah!” kata Endang Jaya Saputra, selaku Kasiduk Kecamatan Pondok Gede yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Lurah Bintara Jaya. Peserta lainnya tertawa sambil bertepuk tangan.

 

Siti Aminah memperkuat penjelasan dengan mengulas lebih dalam tentang forum internum dan eksternum dalam melihat persoalan jaminan hak beragama dan berkeyakinan. Protect, respect, fulfill sebagai bentuk perlindungan, menghormati dan melayani warga negara dalam mengamalkan kegiatan keagamaannya. Hal tersebut sudah dijamin di dalam UU.

 

Ahmad Sobirin, mewakili Ombudsman RI, menyampaikan bahwa tahun 2014, khusus untuk pengaduan masyarakat kepada Ombudsman terkait dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan administrasi kependudukan berjumlah 240 laporan. Angka tersebut bersifat nasional

 

Di sesi “Aparatur Non-Diskriminatif”, Staf Ahli Bappenas Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa diskriminasi tidak hanya dilakukan oleh satu agama, melainkan bisa oleh agama yang lain.

 

Untuk tindak lanjut pertemuan ini, The Wahid Institute akan menyelenggarakan pelatihan serupa bagi kelompok minoritas rentan diskriminasi yang kerap menjadi korban maladministrasi pelayanan administrasi ke[endudukan dan pencatatan sipil. [ASN]

4359
 

Add comment


Security code
Refresh