11
May 2015

 

JAKARTA – Setelah bulan lalu menggelar pelatihan pelayanan administrasi kependudukan (Adminduk) bagi aparatur pemerintahan, The Wahid Institute dan TIFA Foundation kini menyelenggarakan pelatihan penguatan kapasitas kelompok korban dan kelompok pendukung tentang pelayanan Adminduk dan pelayanan publik nondiskriminasi di Bekasi, Jawa Barat.

 

Pelatihan yang digelar pada 8-10 Mei di Hotel Amaris Kota Bekasi ini komunitas agama rentan diskriminasi dan, di antaranya berasal dari paguyuban kepercayaan seperti Budi Daya, Kapribaden, Perjalanan dan Komunitas Jamaah Ahmadiyah. Kelompok pendukung yang hadir dalam pelatihan tersebut dari beberapa organisasi mahasiswa, yakni Kopri PMII, Kohati, HMI, Forum Pemuda Lintas Agama, juga Pesantren Fatahilah Ciketing dan Pesantren An Nur Kota Bekasi.

 

Abi S Nugroho, staf advokasi The Wahid Institute, mengatakan pelatihan ini merupakan bagian dari penguatan pelayanan publik khususnya pelayanan Adminduk di Kota Bekasi dan di beberapa wilayah yang menjadi sasaran program, seperti Kuningan dan Blora. “Pelatihan ini mendorong agar warga rentan diskriminasi mendapat perlakuan adil sebagaimana masyarakat lainnya tanpa pembedaan agama,” ujar Abi, saat membuka pelatihan tersebut.

 

“Pelatihan ini sebagai bekal para peserta untuk memperkuat dan memaksimalkan pengawasan kinerja pelayanan publik menjadi lebih baik,” sebut Abi, yang didampingi fasilitator Siti Aminah dari Indonesia Legal Resource Center (ILRC),

 

Abi menilai Kota Bekasi, sebagai wilayah penyangga Jakarta yang memiliki penduduk terpadat, masih belum maksimal dalam pelayanan publik.

 

Engkus Ruswana, Presidium Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan, dalam pelatihan tersebut memberikan penjelasan cukup detail tentang apa yang menjadi harapan dan persoalan bersama sebagai bagian dari bangsa yang majemuk berketuhanan. Sementara Endang, perwakilan jamaah Ahmadiyah, menceritakan pengalaman diskriminasi yang dialami warga Ahmadiyah di beberapa tempat di Indonesia.

 

Pada pelatihan tersebut turut hadir perwakilan Komisi Ombudsman RI Ahmad Sobirin. Dalam presentasinya, Ahmad menyatakan pelaku yang paling buruk dalam pelayanan publik adalah pemerintah daerah, swasta dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

 

“Selalu saja ada keluhan masyarakat penerima layanan publik. Tapi sayangnya, masih banyak yang tidak melapor. Sekarang saatnya masyarakat menjadi bagian dari peningkatan kualitas kinerja aparat dan penyelenggara pelayanan publik di wilayahnya. Tanpa partisipasi masyarakat, akan sulit mengharap perubahan dari pemerintah semata,” ujarnya. [WI]

3554
 

Add comment


Security code
Refresh