19
Nov 2014
Siaran Pers
YENNY WAHID TAWARKAN DUA SOLUSI SOAL DISKRIMINASI E-KTP
.

 

Yenny Wahid koreksi berita soal dukungannya terhadap pengosongan kolom KTP

 

“Saya mengoreksi berita di media yang seolah-olah saya hanya mendukung pengosongan kolom agam pada e-KTP. Yang tepat, saya mendukung pengisian kolom agama di e-KTP sesuai agama dan kepercayaan yang dianut pemeluknya, juga mendukung pengosongan,” tandas Yenny Zannuba Wahid, Rabu siang ini (9/11).

 

Koreksi itu dilontarkan Direktur the Wahid Institute ini terkait berita pernyataannya di media massa baru-baru ini. Di media, puteri kedua mendiang KH Abdurrahman Wahid ini diberitakan menyatakan dukungannya pada pengosongan kolom agama di KTP.

 

Menurut Yenny, ia justru mendukung pula pilihan untuk mengisi kolom agama bagi para pemeluknya sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Jadi bukan semata mengosongkan kolom agama. “Di sini ada dua solusi. Pertama, komunitas agama dan kepercayaan di luar enam agama bisa mengosongkan. Kedua, mereka juga bisa mengisi agama dan kepercayaan mereka,” jelasnya.

 

Selama ini masih ada komunitas dan kelompok di luar enam agama yang dipaksa memilih satu di antara enam agama dan tidak bisa mengosongkan kolom agama. Padahal itu bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 dan direvisi menjadi UU Nomor  24 Tahun 2013 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

 

Dalam pasal 64 ayat (2) UU Nomor 24  Tahun 2013 disebutkan : Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

 

Untuk mengatasi masalah diskriminasi dan pemenuhan yang adil terhadap warga negara itu ibu tiga anak ini meminta negara mengakomodir agar warga negara yang memiliki agama dan keyakinan selain yang enam bisa mencantumkan agama dan keyakinan yang mereka anut dalam KTP mereka, bukan hanya tanda strip (-). Misalnya untuk komunitas Sunda Wiwitan, Kaharingan, dan Parmalim, atau agama-agama lain di luar yang enam. “Itu bentuk perlindungan dan pemenuhan keadilan oleh negara,” Yenny beralasan.

 

Di beberapa tempat seperti Bekasi dan Meneges, Jawa Tengah, ada penganut agama lokal yang bisa mencantumkan  identitas “kepercayaan” di KTP mereka. “Itu bisa jadi contoh bahwa ternyata bisa mengisi kata selain  tanda strip.”

 

Pengosongan dan pengisian kolom agama dalam KTP di luar agama yang enam sejauh ini dinilai Yenny pilihan yang lebih bijak. “Yang enam dilindungi, di luar mereka juga dijamin,” kata mantan jurnalis The Sydney Morning Herald dan The Age Australia itu. lagi. Dengan begitu setiap warga negara merasa tidak khawatir kehilangan identitas keagamaan mereka. Yang terpenting, tambahnya, justru memastikan bagaimana pelayanan pemerintah di pusat dan lokal tidak diskriminatif dan merugikan hak-hak dasar lain untuk mereka yang di luar yang enam. “Apalagi kita setuju bahwa negara ini tidak mengenai istilah agama resmi dan tidak resmi.” []

 

1398
 

Populer